Sabtu, 02 April 2011

Sulitnya Wawancara Artis Ibukota


Sabtu (2/4), Simpang Lima Semarang seolah digempur artis ibukota. Band-band papan atas menunjukkan performa untuk menghibur para fans beratnya. Sebut saja J-Rock, Gigi, Wali, DeBagindas, Smash dan masih banyak lagi, menginjakkan kakinya di Kota Lunpia sejak Jumat (1/3). Tak heran bila sepanjang bundaran Simpang Lima dipenuhi para anak muda yang tak sabar mananti aksi dahsyat band andalannya.
Even akbar tersebut bertitel Karnaval SCTV yang disponsori oleh Jamu Tolak Angin. Kegiatan tahunan tersebut memang selalu menyedot perhatian masyarakat Semarang dan sekitarnya. Namun, tak mudah bagi seorang fans bertatap muka secara dekat dengan artisnya. Pasalnya, kegiatan yang memakan budget besar tersebut mempunyai mangemen yang rapi dan berlapis.
Hal ini saya rasakan sendiri. Sebagai seorang reporter, saya mendapat tugas untuk mewawancarai seorang artis dari puluhan artis yang didatangkan, yaitu Reza Bukan. Atas nama media local, saya membuat dan teman membuat janji kepada managernya. Awalnya kami sempat lega karena sudah membuat janji. Kenyataannya, Reza Bukan tak kunjung datang pada jam yang telah disepakati. Sang manager berkata bahwa Reza Bukan sedang dalam perjalan. Lama-lama saya jadi mengerti bahwa janjian tersebut merupakan bohong belaka.
Kami tetap masuk. Lebih tepatnya, kami memasuki backstage. Di sana kami lihat puluhan artis sedang take vocal. Karena sudah kecewa dengan managemen Reza Bukan, kami bermaksud menggantinya dengan artis lain. Kami coba menghubungi kru DeBagindaas. Oleh krunya, kami disuruh untuk menghubungi managernya. Kami menghubungi Wali juga tida bisa karena alas an belum bikin janji.
Managemen artis memang rumit. Pers local yang akan mewawancarai artis ibukota saja ditalikulur. Padahal, sang artis sangat murah hati melayani foto bersama dan tanda tangan. Pihak yang kejam adalah managemennya.
Sebenarnya, semua ini tak saja salah managemennya. Mereka hanya menjalankan tugas dengan baik agar artisnya baik-baik saja. Namun, rute yang panjang dan rumit terhadap koran lokal memang terlalu berlebihan. Setidaknya, pers lokal diberi kesempatan untuk turut mengekspos ketenaran para artis ibukota, karena siapa tahu pembaca koran lokal tersebut adalah fans berat mereka. (Otit)