Senin, 01 Oktober 2012

Menjadi Geum Jan Di


Apa yang bikin betah orang berlama-lama mantengin film Korea? Jalan ceritanya yang romantis, pakaian si pemain yang merangsang inspirasi bermode atau latar tempat yang memukau? Selain alasan tadi, aku dan banyak penggila Korea lain pasti sepakat kalau tampang para artisnya itu memang bikin pemirsanya ogah berpaling.
Tapi lebih dari itu, ada satu hal yang bikin aku setia pada film (atau serial) produksi Negeri Gingseng itu, yaitu karakter cewek Korea. Jika karakter cowok lebih banyak digambarkan sebagai sosok yang dingin tapi cerdas, karakter cewek justru sebaliknya: biasa saja tapi selalu ceria.
Geum Jan Di dalam serial Boys Before Flower (BBF) adalah salah satu contohnya. Jan Di, panggilan akrabnya, adalah cewek dari keluarga pas-pasan. Tapi, Jan Di selalu tersenyum dan semangat. Meski menerima perlakuan buruk, Jan Di nggak lantas minder dan putus asa.
Terlepas dari kisah cinta Jan Di yang bersahabat baik dengan empat cowok keren (bikin ngiri aja), Jan Di adalah karakter yang susah dilupakan oleh para pengggemar BBF.
Sifat dan pembawaan serupa juga melekat pada cewek bernama Oh HaNi dalam serial Playfull Kiss dan Chae Gyung dalam serial Princess Hour. Mereka adalah para cewek yang tahan banting, nggak terpatahkan dan disukai orang-orang di sekitarnya.
Dan sebagai penonton yang baik, seharusnya selepas melahap film, aku harus bisa mengambil hal positifnya. Hm, lantas apa pengaruhnya film-film Korea buatku?
Ini dia, jika para anak kecil lebih suka memerankan Cinderella atau Putri Salju saat bermain, aku lebih rela berperan menjadi Geum Jan Di yang ramah, jujur dan selalu menjadi magnet bagi semua orang.  
''Meski wajahmu nggak serupa Jan Di, setidaknya semangatnya nyaris serupa,'' begitu kataku pada diri sendiri. Ini sekadar kalimat penyemangat yang pastinya setiap orang punya.
Yuhu, karena menjadi cewek yang selalu ceria itu memang susah-susah gampang. Kenyataannya aku bisa tampil ceria kalau lagi bahagia. Kalau cuaca hati lagi mendung, bawaannya pasang muka muram.
Dan rupanya, keceriaan itu nggak terbatas pada sikap selalu tersenyum kepada setiap orang yang kita temui saja, lho. Keceriaan itu lebih kepada sikap hati. Orang yang ceria adalah mereka yang mampu menikmati hidupnya, nggak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Orang yang kayak begini, berpotensi tinggi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain.
Yups, hidup memang nggak seindah dalam film Korea. Tapi menjadi Geum Jan Di di dunia nyata, pastinya bikin kita menjadi pribadi yang istimewa. Jadi, mari menjadi cewek yang kuat, yang berkali-kali dibanting masih bisa bertahan, yang tetap kukuh pendirian. Jangan menjadi cewek yang cengeng dan rapuh. (Otit)

Klepek-Klepek Kena Sepik


Dunia maya memang selalu ramai dengan istilah baru. Para penggunanya seolah-olah nggak pernah mati kreasi dalam menciptakan kata-kata populer yang kadang unik dan bikin ngakak. Salah satu kata gaul yang terlahir dari dunia maya adalah ''nyepik''.
Kalau kita telusuri Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi berapa pun, istilah ''nyepik'' nggak bakal nangkring di situ. Karena usut punya usut, ''nyepik'' berasal dari kata dalam bahasa Inggris ''speak'' yang artinya ''ngomong''. Lantas ''speak'' dimasukkan secara paksa ke dalam percakapan Indonesia menjadi ''sepik'' dan karena mendapat awalan ''nye'', jadi kata ''nyepik'', deh.
Hm, proses adaptasi yang sebenarnya nggak ada dalam tata bahasa Indonesia, ya? Tapi mau gimana lagi, kalau sebuah istilah sudah tercipta dan orang beramai-ramai memakainya, ya sudah. Lalu, apa maknanya? Eits, sebelum tahu maksudnya, mending kita tengok kalimat berikut ini.
''Si Momon sudah pernah disepik MLM belum, sih?''
Nah, ''sepik'' dalam kalimat tadi bisa diartikan ''ngomong''. Maksudnya ada seseorang yang bertanya apakah Momon sudah pernah diperkenalkan dan diberi keterangan tentang bisnis Multi Level Marketing (MLM).
Kelamaan, ''nyepik'' atau ''sepik'' punya makna yang berbeda bagi penggunanya. Yups, kini ''nyepik'' bisa diartikan merayu atau menggombal. Contohnya banyak banget, Teman. Pernah mendengar rayuan sebangsa kalimat berikut ini?
''Apa kamu nggak capek tiap jam lari-lari di pikiranku?''
Nah lo, bisa membayangkan gimana reaksi cewek yang kena ''sepik'' model begitu? Bisa jadi cewek itu bakal menjawab, ''Nggak usah nyepik, deh!''
Ya, gombalan khas Andre di Opera van Java itu bisa termasuk salah satu bentuk sepikan, lho. Dan nyepik seseorang kemungkinan besar memang buat lucu-lucuan. Tujuannya biar orang yang disepik tertawa dan simpatik. Tapi kalau salah situasi, malah bikin lawan bicara kita jadi manyun.
Dari istilah ''nyepik'' inilah muncul istilah-istilah turunannya seperti ''Waktu Indonesia Bagian Nyepik'' (WIN), ''Sepik-Sepik Indah'' dan ''Sepikable''. Haha, jangan geleng-geleng kepala dulu ya. Yuk simak maksudnya satu per satu!
''Waktu Indonesia Bagian Nyepik'' (WIN) berarti waktunya orang-orang boleh nyepik sana-sini. Hm, istilah ini memang lebih tepat buat mereka yang hobi main Twitter. Jadi, buat nama yang kena sepikan, nggak boleh sewot karena yang nyepik telah berada pada WIN.
Kalau ''Sepik-Sepik Indah'' (SSI) artinya kegiatan orang yang saling nyepik. Bayangkan saja kalau sepikan dibalas sepikan? Wah, sudah pasti percakapan bakal dipenuhi dengan gombal. Haha....
''Sepikable'' itu orang yang berpotensi kena sepik. Para sepikable inilah yang sering jadi mangsa para penyepik yang mau pamer skill of nyepik-nya.
Ah, permainan kata-kata memang seru, ya? Kalau kita pandai menggombal, nggak ada salahnya menciptakan tawa di tengah-tengah kebersamaan dengan cara nyepik. Tapi, jangan sampai nyepik cewek orang, ya! (Otit)

Kakak (nggak) Boleh Galau


Aku suka banget melihat hubungan kakak-adik yang harmonis, yang pura-pura bermusuhan tapi di dalamnya ada sayang. Aku tertarik mendengar cerita seorang adik yang diam-diam merencanakan hadiah ulang tahun buat sang kakak, atau cerita kakak yang susah payah membuktikan kalau si adik selalu punya kakak yang menemaninya.
Lantas aku bicara pada diri sendiri, ''Nah, kamu melakukan itu nggak dengan adikmu?'' Hm, susah menjawabnya. Karena sebenarnya aku sedang belajar memahami peran kakak dan adik bagi satu sama lain.
Kenapa aku menjadi anak pertama dan mempunyai dua adik? Kenapa bukannya terbalik, aku saja yang mempunyai dua orang kakak? Haha, ini tentang menyikapi takdir yang nggak bisa diubah. Kenyataannya aku adalah anak pertama dan itu takdir.
Awalnya menjadi anak pertama cukup membuatku merasa nggak bebas. Setahuku, anak pertama nggak boleh cengeng, salah, bodoh. Anak sulung harus dewasa, mandiri, dan menjadi teladan. Dan saat aku merasa nggak punya itu semua, apa berarti aku dilarang menjadi kakak?
Nah lo, aku kan orangnya mudah galau, gampang menangis dan berjiwa labil. Bagaimana adikku memandang sosok kakaknya ini ya? Haduh, kalau lagi muncul rasa ego, terkadang aku berpikir buat apa aku rempong membayangkan sosok kakak ideal? Ini aku, ini kehidupanku.
Memang seharusnya aku nggak boleh lupa dengan kenangan masa lalu biar nggak protes melulu.
Ya, dengan mengingat-ingat betapa enaknya dimanja sewaktu kecil, aku jadi bisa bersyukur. Bagaimana nggak bersyukur, lha wong kata orang-orang kelahiranku memang sudah ditunggu-tunggu oleh orang tuaku.
Belum lagi perlakuan serbawah yang bapak dan ibu lakukan buat anak pertamanya ini. Bukankah yang pertama selalu terasa istimewa? Yuhu, inilah enaknya jadi anak pertama.
Lama-lama aku jadi tahu kalau kakak yang ngayomi dan meneladani itu bukan sebuah tuntutan tapi rasa itu datang dengan sendirinya. Terbukti, sebrutal-brutalnya aku di luar rumah, orang rumah nggak boleh ada yang tahu, apalagi adikku. Aku juga berharap adik-adikku tumbuh menjadi pribadi yang baik. Dan jika itu terwujud, ah, bahagia rasanya. Bisa jadi adik-adikku bangga banget punya kakak sepertiku? Haha....
Maka menjadi anak pertama itu anugerah. Mulai dari ikhlas menerima takdir, lantas menikmatinya dengan suka cita. Bukankah itu berarti Tuhan telah percaya kalau aku bakal jadi kakak bagi kedua adikku? Ya, ternyata soal aku yang masih gampang terserang galau, itu nggak ada hubungannya dengan peranku sebagai kakak. Toh obat galau itu bisa datang dari keluarga dan sahabat, kan?
Sekali lagi aku angkat topi buat kakak-adik yang berhasil menjalankan perannya masing-masing. Dan jika kamu adalah anak pertama: yuk berbahagialah! (Otit)

Hoax Bikin Hoek


Bagi yang tiap hari bergelut dengan internet, pasti sudah nggak kaget membaca artikel-artikel bohong. Contohnya berita tentang penyanyi remaja Justin Bieber yang ''ternyata'' seorang kakek-kakek, atau tentang kematian aktor laga Jackie Chan. Meski sempat bikin gempar dunia maya, toh kabar yang bikin orang mengernyitkan dahi itu pun segera diketahui bahwa itu sama sekali nggak benar.
Berita tentang Justin Bieber dan Jackie Chan itu baru beberapa. Dan dunia maya seolah jadi sasaran paling empuk untuk menyebarluaskan bermacam-macam kabar burung. Mulai dari gosip selebritas, info kesehatan, keagamaan hingga virus komputer.
Hmm, usaha untuk menipu atau mengakali masyarakat itu namanya hoax. Bagaimana ceritanya istilah hoax bisa jadi kondang terutama di kalangan pengguna internet? Mulanya, ada film drama berjudul The Hoax pada 1996 di Amerika. Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Clifford Irving itu rupanya punya plot yang nggak sama dengan novel aslinya.
Sejak itu, film The Hoax dianggap sebagai film yang menampilkan banyak kebohongan. Akhirnya banyak kalangan di Amerika Serikat yang menggunakan kata ''hoax'' untuk menggambarkan kebohongan. Lambat laun, istilah hoax juga digunakan oleh masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
Nah, jika hoax masa kini beredar via kotak pesan e-mail atau artikel di situs tertentu, sadarkah kamu kalau hoax sudah eksis sejak zaman dahulu? Masih ingat gosip bakal datang kiamat yang diworo-worokan lewat selembar kertas? Di dalamnya, si pengirim menyuruh para pembaca untuk menggandakan kertas tersebut biar kiamat nggak jadi datang.
Biasanya kalimatnya berbunyi seperti ini: ''Barang siapa menerima pesan ini, tanpa mengirimkannya ke orang lain, maka Anda akan celaka.'' Pokoknya, isi surat sengaja dibikin sedemikian rupa supaya si penerima surat merasa takut dan terancam. Itulah hoax. Ciri khasnya adalah efek berantai yang ditimbulkan dari berita menggemparkan itu.
Jadi, mulai sekarang marilah kita kenali ciri-ciri hoax. Apa itu? Pertama, topik hoax selalu unik. Misalkan saja foto turis yang nampang di atas gedung kembar WTC dan dilatarbelakangi sebuah pesawat yang hendak menabrak gedung itu. Hm, olahan foto itu berhasil menipu jutaan orang di dunia, lo.
Kedua, berita hoax terkadang disertai dengan istilah ilmiah, angka-angka, bahkan alamat kantor berita di internet biar terlihat asli.
Nah, untungnya di Indonesia penyebar hoax bakal dikenai pidana penjara selama enam tahun dan denda maksimal satu milyar karena melanggar pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Wah, serius juga, ya? Tapi tetap aja, hoax bikin kita terhoek-hoek atau pengin muntah. Dan mual dan pengin muntah itu bukan hal yang nyaman, kan? (Otit)