‘’Sepak bola itu
adalah pemersatu bangsa. Sepak bola itu bikin bangga negara. Sepak bola itu
adalah sesuatu yang besar di dunia ini, lebih besar dari program pengentasan
kemiskinan sekali pun.’’
Begitulah sepak
bola dalam pandangan seorang Edy Baskoro. Pria itu menaruh harapan tinggi
kepada Timnas Indonesia. Tidak sekadar berjaya di Piala Dunia 2014, Edy percaya
sepak bola Indonesia merupakan alat yang efektif memupuk rasa nasionalisme
setiap orang.
Edy Baskoro yang
diperankan oleh aktor Mathias Muchus adalah tokoh dalam film Hari Ini Pasti Menang (Gabriel Omar 8).
Bersama tokoh-tokoh bernama Gabriel Omar (Zendhy Zaen), Dimas Bramantyo (Ray
Sahetapy), Andien Zulaikha (Tika Putri), sang sutradara, Andibachtiar Yusuf
sengaja menyuguhkan film yang mengajak penontonnya untuk berkhayal.
Bagaimana tidak,
di tengah karut marut permasalahan sepak bola nasional, lolosnya Timnas ke
Piala Dunia 2014 bak mimpi di siang bolong. Namun, sejatinya kehadiran film
yang bakal dirilis 11 April mendatang ini bukan menyoal tentang kekecewaan
masyarakat terhadap Timnas. Andibachtiar tidak memaksa penonton harus mendapat
pesan yang ia ingin sampaikan.
‘’Pengalaman
setiap orang kan berbeda. Biar penonton yang menafsirkan sendiri,’’ katanya
dalam sebuah wawancara dengan media daring.
Tapi jika film
yang memakan biaya sekitar Rp 6 miliar ini mengangkat tentang idealisme dalam
sepak bola, itu benar adanya. Bahkan tak hanya Hari Ini Pasti Menang (Gabriel
Omar 8), film Indonesia bertemakan sepak bola pada dasarnya menyajikan unsur idealisme yang masih merupakan angan-angan di dunia nyata.
Salah satunya
tentang semangat pantang menyerah. Perjalanan untuk menjadi seorang juara
sejati adalah proses yang panjang dan melelahkan. Setidaknya, itu pesan yang
selalu ada dalam beberapa film yang terinspirasi dari olah raga paling populer
di Indonesia itu.
Sebut saja film Garuda di Dadaku yang mengisahkan
perjuangan Bayu kecil untuk masuk ke dalam Tim Nasional U-13. Anak kelas VI SD
itu mati-matian berlatih bola dengan cara kucing-kucingan karena tak
mengantongi restu dari sang kakek.
Perjuangan yang
nyaris sama juga ditunjukkan tokoh Wahyu (Yosie Kristanto) dalam Tendangan dari Langit yang rilis Agustus
2011. Awalnya Wahyu adalah bocah dari pedalaman Bromo yang mempunyai bakat alam
bersepak bola yang belum tersentuh tangan profesinal. Lalu dilema demi dilema
muncul seiring bertemunya Wahyu dengan pelatih Persema Malang secara tidak
sengaja.
Ya, film-film
tersebut memang mempunyai pola yang klise. Tapi sadarkah bahwa kecenderungan
itu justru menjadi tanda bahwa insan film memiliki kepedulian terhadap nasib
sepak bola kita.
Dengan film,
mereka berbicara tentang impian masyarakat Indonesia mendapatkan sosok pahlawan
lapangan hijau yang mampu membawa kiprah Tim Nasional ke tempat yang lebih
baik.
Berbagai Sisi
Besarnya
kecintaan masyarakat terhadap olah raga permainan yang satu ini tidak
disia-siakan oleh para sineas. Setidaknya sejak 2007 ada tujuh film Indonesia
bertemakan sepak bola yang dibikin. Namun, tidak semuanya menyuguhkan cantiknya
pertandingan di lapangan.
Film-film itu
adalah The Jak (2007), The Conductors (2007)dan Romeo & Juliet (2009) adalah film
yang terinspirasi dari kehidupan para suporter bola di tanah air. Ketiganya
terlahir dari besutan Andibachtiar.
Dari film yang
menyajikan sisi lain kehidupan para suporter bola, masyarakat dapat belajar
betapa sekelompok penggila bola itu juga mempunyai hal yang menarik untuk
dikulik. Di film Hari Ini Pasti Menang
juga penonton tidak melulu melihat indahnya permainan-permaian heroik. Justru
di film ini, pembuatnya sengaja menampilkan intrik perjudian dalam sepak bola.
Di luar negeri,
film bola malah lebih beragam. Sebut saja trilogi film Goal yang mengisahkan perjalanan pemuda Meksiko dalam mengejar
mimpinya menjadi pemain sepak bola profesional. Proses mengejar mimpi tersebut
tergambar dalam Goal! The Dream Begins
(2005), Goal! 2: Living the Dream
(2007), dan Goal! Taking on the World
(2009).
Pada 2002, film
Bend It Like Beckham pernah berjaya di bioskop dunia. Film yang mendokrak nama
Keira Knightley itu mengisahkan anak perempuan yang mencintai sepak bola
padahal sang ibu melarangnya. Meski tinggal di Inggris, Jesminder, si anak
kecil itu, hidup dalam keluarga India yang kental dengan budaya asal. Tidak
semata-mata bercerita tentang persepakbolaan Inggris, film ini menyuguhkan
pesan tentang feminisme, rasisme, asmara, persahabatan bahkan homoseksual.
Jauh sebelumnya,
di tahun 1988, adaThe Firm. Film yang
dibintangi oleh Gary Oldman itu bercerita tentang kehidupan suporter fanatik
sepak bola Inggris, hooligan. Film ini kemudian mengilhami film-film tentang
hooligan lainnya seperti Football Factory
dan Green Street Hooligans.
Ya, sepak bola
memang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Itu pula yang menyebabkan
beberapa pembuat film mengangkat sepak bola ke layar lebar. Sayangnya, di
Indonesia, tidak banyak sineas yang tertarik membuat film bola.
Terbukti hanya
ada nama Andibachtiar Yusuf. Dan memang film yang berlatar cerita olah raga
memang tak seramai film cinta-cintaan, horor atau komedi. Banyaknya supporter
bola tidak lantas membuat mereka juga berbondong-bondong pergi menonton film
bola.
Hi khatija dan semuanya, yuk daftarkan diri kalian untuk Private Beta Testing dari sebuah website baru bernama ACTIVORM dan kalian bisa ikutan undian berhadiahnya nantinya. Terima kasih.
BalasHapus